Senin, 22 Februari 2010

Urbanisasi Pasca Lebaran

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang urbanisasi

Sudah jadi tradisi masyarakat Indonesia di setiap perayaan lebaran menyempatkan diri untuk mudik kembali ke daerah asalnya. Sekedar berkangen mesra dengan sanak saudara dan kerabatnya di desa, orang – orang perantauan ini rela berkorban banyak asalkan bisa pulang kekampung halaman. Tidak ada yang salah dengan ini, yang disesalkan hanya action mereka ketika di kampungnya menampilkan diri secara berlebihan. Walaupun berkesan seperti agak “dipaksakan” mereka sering mencitrakan diri sebagai orang yang sudah mapan dan telah sukses selama merantau di kota. Ditambah lagi dengan penampilan gaya hidup ala kota, tak ayal banyak kerabat menjadi terpikat untuk ikut merasakan nikmat hidup di kota. Di benak mereka yang terbayang hanyalah sebuah kesuksesan yang menanti di kota.

Pasca lebaran adalah moment yang paling sering dimanfaatkan para calon perantau untuk ikut mencicipi hidup di kota. Ketertarikan mereka untuk merantau ke kota tidak lepas dari pengaruh perantau lama yang kebetulan sedang mudik ke daerah asalnya. Memang dalam pengaruhnya tidak selamanya dilakukan secara langsung dengan cara mengajak. Tanpa ada ajakan secara persuasifpun, mereka seringkali menampilkan informasi “palsu” tentang kondisi dirinya dan kota rantauannya. Dengan informasi “palsu” itupun sudah cukup bagi calon perantau untuk membulatkan tekadnya melakukan urbanisasi.

Banyak faktor yang menyebabkan mengapa urbanisasi begitu tinggi hingga tak terkontrol. Salah satunya adalah dari peninggalan kebijakan jaman orde baru yang masih menyisakan masalah hingga dewasa ini. Paradigma sentralisasi pemerintahan dan pembangunan ekonomi terpusat adalah hal yang menjadi faktor pendorong terjadinya urbanisasi dengan konsentrasi migrasi yang tidak sehat. Daerah kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi ekonomi daerah. Pemerintah pusat juga tidak mau memecah kosentrasi pembangunan ke daerah untuk pemerataan pembangunan. Yang terjadi sekarang ini adalah jomplangnya pembangunan satu daerah dengan daerah yang lain.

Selain itu adanya trend keengganan anak muda untuk menekuni sektor pertanian atau dunia cangkul-mencangkul, juga menjadi variabel yang menentukan proses migrasi ke kota. Beberapa riset menunjukkan, serendah-rendahnya jenis pekerjaan yang dilakukan seorang migran di kota, senantiasa memperoleh pendapatan yang lebih baik dibandingkan sewaktu mereka berada di desa. Bayangkan aja, dengan menjadi Pak Ogah (polisi cepek), pemulung, tukang semir sepatu, tukang parkir atau pengumpul barang bekas di Ibukota Jakarta atau di Surabaya, kaum migran memperoleh pendapatan sebesar dua hingga tiga kali lipat dibandingkan penghasilannya di desa. Belum lagi yang menjadi preman, garong, copet, gali, atau rampok. Bisa dibayangkan hasilnya. Dengan adanya kesenjangan pendapatan itu, maka pilihan untuk berurbanisasi adalah hal yang rasional secara ekonomis bagi mereka.

Arus urbanisasi tidak dapat dihindari oleh kota – kota besar.urbanisasi merupakan masalah persebaran penduduk yang tidak merata antara desa dengan kota yang akan menimbulkan berbagai permasalahan kehidupan sosial dan kemasyarakatan. jumlah peningkatan penduduk kota yang signifikan tanpa didukung dan diimbangi dengan jumlah lapangan pekerjaan, fasilitas umum, aparat penegak hukum, perumahan, penyediaan pangan, dan lain sebagainya tentu ini adalah suatu masalah yang sangat serius dan harus segera dicarikan jalan keluarnya.

1.2 Tujuan Urbanisasi

Impian untuk menjadi orang sukses merupakan salah satu faktor yang menyebabkan seseorang melakukan urbanisasi,karena perkotaanlah yang memberikan peluang cukup besar untuk mewujudkan impiannya itu.biasanya seseorang yang telah menyelesaikan sekolah atau kuliahnya yang mereka pikirkan adalah mencari pekerjaan yang layak dikota untuk mendapatkan materi juga sebaga sarana menerapkan ilmu yang telah didapat dibangku sekolah maupun kuliah.

Tersedianya lapangan pekerjaan yang lebih luas juga menjadi daya tarik seseorang melakukan urbanisasi dengan harapan bisa mendapatkan pekerjaan yang layak sehingga dapat meningkatkan tingkat perekonomian keluarganya.sedangkan dipedasaan lapangan pekerjaannya sangat terbatas dan kalaupun ada pengahasilan yang diperoleh bekerja didesa tidak sebesear dengan penghasilan kalau bekerja di kota.hal ini bisa kita lihat lewat kehidupan pedesaan yang rata – rata bergerak disektor agraris yang tidak banyak membutuhkan tenaga kerja untuk melakukan proses produksinya.

Selain itu jika kita flashback awal pemerintah orde baru saat itu terlalu berfokus pada pembangunan industri subtitusi import (manufactur) dengan mengabaikan sektor yang menjadi penghidupan mayoritas penduduk yakni sektor pertanian. Kalaupun sektor pertanian sempat dianggap maju dengan swasemba berasnya, tapi kemajuannya hanya berlangsung singkat, karena orientasi pembangunan pertanian saat itu berdasarkan paradigma industri subtitusi import (mencukupi pangan nasional), bukan pada pengembangan sumber daya pertanian dan keunggulan produk pertanian. Sektor pertanian sangat identik dengan kehidupan ekonomi desa. Jika sektor pertanian tidak berkembang maka ekonomi desa juga terkena dampak buruknya. Sektor pertanian yang tidak menjanjikan lagi dan lapangan perkejaan yang minim di desa, ditambah lagi rata-rata pendidikan yang rendah menjadi tujuan masyarakat desa untuk melakukan urbanisasi.

1.3 Sasaran Urbanisasi

Kota-kota besar merupakan sasaran bagi para pelaku urbanisasi karena selain merupakan terdapat pusat pemerintahan di kota besar juga menyediakan banyak lapangan pekerjaan baik dari sektor perdagangan maupun jasa. Kota merupakan pusat penggerak perekonomian,adanya banyak peluang yang memungkinkan seseorang untuk melakukan kegiatan perdagangan,membuka lapangan usaha dll. karena dikota iklim perekonomiannya cukup setabil.hal ini seharusnya menjadi perhatian urbanisme sebagai salah satu alternative untuk mewujudkan impianya tentunya didukung dengan usaha keras dan modal usaha.

BAB 2

PERMASALAHAN

2.1Kekuatan

Urbanisasi pada tingkatan tertentu dari sisi ekonomi justru akan menguntungkan kota tujuan urbanisasi. Dalam teori umum semakin meningkat persentase penduduk suatu kota semakin meningkatkan produk domestik bruto dan capaian pembangunan manusia. Urbanisasi dapat merangsang pertumbuhan ekonomi mikro dan makro yang ditujukan terutama untuk menciptakan lingkungan atau iklim pengembangan kegiatan ekonomi perkotaan.hal ini tentunya harus diseratai dengan penyempurnaan peraturan dan prosedur investasi, penetapan suku bunga pinjaman dan pengaturan perpajakan bagi peningkatan pendapatan kota.

Hal ini pula juga berpengaruh kepada pendapatan (income) kota tujuan , dikarenakan banyak para pelancong ini yang sukses karena mereka memiliki keahlian dan juga kepintaran diatas rata-rata orang, apa lagi ketika arus balik mudik pasca lebaran, banyak orang-orang atau saudara untuk bekerja di kota karena mereka bercerita bahwa hidup di kota enak, mereka bisa mendapatkan barang-barang pokok itu sangatlah mudah, daripada di pedesaan, mencari barang-barang pokok saja sudah susah, harus menunggu panen, agar bisa membeli barang-barang tersebut denga murah, namun di kota sebaliknya seperti yang dikatakan tadi sangat mudah , hal itulah mereka mengajak para saudaranya yang baru lulus sekolah ataupun yang tidak punya pekerjaan diajak untuk bekerja ke kota, sehingga pada pasca lebaran tahun ini banyak sekali orang-orang yang membawa sanak keluarganya hanya untuk mencari uang di kota (bekerja) baik itu sebagai buruh, pegawai kantor maupun salesman.

2.2 Kelemahan

Salah satu kelemahan dalam urbanisasi pasca lebaran adalah perantau yang datang ke kota tujuan dengan sedikit memiliki bahkan tidak memiliki skill atau kemampuan, inilah yang paling diantisipasi ekstra oleh pemerintah kota dan menjadi ancaman serius bagi mereka. Kebanyakan perantau baru dari arus balik lebaran ini datang dari wilayah miskin di Indonesia. Kebanyakan lagi dari mereka tidak mempunyai modal yang cukup mengarungi sengitnya persaingan kerja di kota. Dengan latar pendidikan minim, skill yang kurang mumpuni, dan sumber daya finansial (modal dana) juga kurang memadai semakin mempersulit para migran urban meraih kesuksesan di kota. Kalaupun ada yang sukses mungkin bisa dihitung dalam hitungan jari dibanding ratusan migran lainya. Itupun karena mereka mempunyai soft skill yang menunjang kerjanya seperti keuleten, pekerja yang keras, humanis dalam membangun jaringan, dan yang paling penting adalah kejujuran untuk membangun trustment.

Proses perpindahan penduduk dari desa ke kota yang tanpa terkendali, pada akhirnya akan membawa preseden buruk bagi pembangunan di kota. Urbanisasi tersebut akan menimbulkan masalah tenaga kerja, baik pengangguran maupun setengah pengangguran, yang diikuti dengan meluasnya aktivitas sektor informal di kota.

Kenapa demikian? Karena peralihan tenaga kerja yang pindah dari desa ke kota yang tidak mampu ditampung dalam sektor formal, mengakibatkan timbulnya deformasi (penurunan kualitas dan bentuk pendapatan) secara drastis dan meluas pada sektor jasa dalam penyerapan tenaga kerja. Kondisi itu terjadi bukan karena adanya permintaan yang melonjak akan jasa-jasa di sektor industri, namun lebih disebabkan oleh ketidakmampuan sektor industri dalam menyerap tenaga kerja.

Masalah-masalah sosial seperti fenomena anak jalanan, gelandangan, pengemis, pekerja seks komersial (PSK) dan terciptanya kantung-kantung kemiskinan juga termasuk dampak urbanisasi. Karena harapan tentang pekerjaan yang akan diraih di kota ternyata tidak semudah yang dibayangkan, akhirnya orang-orang memilih cara-cara instan dan tidak halal. Jadi, tahu sendiri deh akibatnya. Makanya, jangan terlalu bermimpi hidup enak di ibukota atau di kota besar, kalau memang tidak punya skill dan keahlian yang memadai.

2.3 Peluang

Kota selain sebagai pusat pemerintahan juga merupakan pusat kegiatan perekonomoian. banyak peluang – peluang yang ada disana mulai dari lapangan kerja yang luas,peluang untuk melakukan kegiatan perdagangan,peluang untuk melakukan kegiatan usaha.tergantung dari penduduk yang melakukan urbanisasi bisa melihat dan memanfaatkan peluang – peluang tersebut. Hal itu dapat dilakukan bila para pelaku urbanisasi mempunyai soft skill yang menunjang kerjanya seperti keuleten, pekerja yang keras, humanis dalam membangun jaringan, dan yang paling penting adalah kejujuran untuk membangun trustment

2.4.Tantangan

Urbanisasi saat ini justru menjadi momok bagi pemerintah kota karena urbanisasi yang terjadi sekarang ini sudah pada tingkatan tidak terkontrol, akibatnya urbanisasi tidak lagi menjadi faktor kemajuan kota. Bukti empiris menunjukkan hubungan antara urbanisasi dan kemajuan itu bisa terwujud jika urbanisasi berada pada tingkat yang terkontrol (UNDP, Human Development Report, 2005). Alih-alih kemajuan yang didapatkan dari urbanisasi, justru urbanisasi malah jadi biang kerok berbagai permasalahan pelik kota. Kemiskinan, pengangguran, pemukiman kumuh, banyaknya gepeng (gelandangan dan pengemis), tingkat kriminalitas tinggi adalah sebagian contoh akibat langsung maupun tidak langsung dari urbanisasi. Jadi tidaklah janggal jika pemerintah kota menjadi pihak yang paling getol menghadapi “ancaman urbanisasi”.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan mengapa urbanisasi begitu tinggi hingga tak terkontrol. Salah satunya adalah dari peninggalan kebijakan jaman orde baru yang masih menyisakan masalah hingga dewasa ini. Paradigma sentralisasi pemerintahan dan pembangunan ekonomi terpusat adalah hal yang menjadi faktor pendorong terjadinya urbanisasi dengan konsentrasi migrasi yang tidak sehat. Daerah kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi ekonomi daerah. Pemerintah pusat juga tidak mau memecah kosentrasi pembangunan ke daerah untuk pemerataan pembangunan. Yang terjadi sekarang ini adalah jomplangnya pembangunan satu daerah dengan daerah yang lain.

BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Urbanisasi adalah suatu proses perpindahan penduduk dari desa ke kota atau dapat pula dikatakan bahwa urbanisasi merupakan proses terjadinya masyarakat perkotaan.
Dengan demikian urbanisasi adalah suatu proses dengan tanda-tanda sebagai berikut:
a. Terjadinya arus perpindahan penduduk dari desa ke kota
b. Bertambah besarnya jumlah tenaga kerja non agraria di sektor sekunder (industri) dan sektor tersier (jasa);
c. Tumbuhnya pemukiman menjadi kota
d. Meluasnya pengaruh kota di daerah pedesaan mengenai segi ekonomi sosial, kebudayaan dan psikologis.
Sebab-sebab Urbanisasi
, pada dasarnya ada beberapa hal yang menyebabkan timbulnya urbanisasi yaitu:
a. Adanya pertambahan penduduk secara alamiah
b. Terjadinya arus perpindahan dari desa ke kota;
c. Tertariknya pemukiman pedesaan ke dalam lingkup kota, sebagai akibat perkembangan kota yang sangat pesat di berbagai bidang, terutama yang berkaitan dengan tersedianya kesempatan kerja

d. Impian untuk menjadi orang sukses

Proses urbanisasi akan menimbulkan akibat antara lain adalah:
a.
Merangsang pertumbuhan ekonomi mikro dan makro yang ditujukan terutama untuk menciptakan lingkungan atau iklim pengembangan kegiatan ekonomi perkotaan
b. Makin meningkatnya tuna karya, yaitu orang-orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap
c. Pertambahan penduduk kota yang pesat menimbulkan masalah perumahan.
d. Lingkungan hidup yang
kurang sehat, apalagi ditambah dengan adanya berbagai kerawanan sosial memberi pengaruh yang negatif terhadap pendidikan generasi muda.

e..Daerah kurang diberi kesempatan untuk mengembangkan potensi ekonomi daerah.

f. Proses perpindahan penduduk dari desa ke kota yang tanpa terkendali

g. Masalah-masalah sosial seperti fenomena anak jalanan, gelandangan, pengemis, pekerja seks komersial (PSK) dan terciptanya kantung-kantung kemiskinan.

3.2 Saran

Menyeimbangkan pembangunan antara desa dan kota. Keseimbangan pembangunan itu bisa dicapai jika ada komitmen untuk melakukan pembangunan hampir semua sektor di pedesaan, seperti industri dan jasa. Selain itu, pemerintah perlu menata reforma agraria, memberdayakan masyarakat pedesaan dan membangun infrastruktur pedesaan.

Meningkatkan mutu pendidikan dan memperbanyak balai latihan kerja sebagai sarana untuk meningkatkan skill penduduk sehingga apabila penduduk melakukan urbanisasi akan terserap oleh lapangan pekerjaan yang ada

Mengembangkan kota-kota kecil di daerah sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru. Cara ini kini mendapat respons positif dari berbagai negara dan menjadi bahan kajian dari badan kependudukan dunia dalam rangka membangun kemajuan suatu bangsa atau negara. Kajian itu didasarkan atas pemikiran bahwa urbanisasi merupakan salah satu wujud modernisasi sehingga perlu dikelola secara baik

Menjalankan berbagai solusi diatas tidak semudah membalikkan telapak tangan. Butuh banyak dukungan untuk menjalankannya, terutama yang paling ditunggu adalah kebijaksanaan pemerintah dan haruslah di dibarengi dengan kebijakan jangka panjang, tidak lain dan tidak bukan adalah dengan membangun kesejahteraan di desa-desa yang masih dilanda kemiskinan. Didukung dengan budaya masyarakat bergotong royong membangun perekonomian bersama, mungkin urbanisasi tidak akan menjadi ancaman bagi negara ini.

Minggu, 21 Februari 2010

Teknologi Informatika dalam bidang kesehatan

Informatika Kesehatan Masyarakat

Sebagai bidang ilmu, informatika kesehatan masyarakat merupakan salah satu subdomain dari informatika kedokteran (medical informatics atau health informatics) yang didefinisikan sebagai disiplin ilmu yang berkembang dengan cepat yang berurusan dengan penyimpanan, penarikan dan penggunaan data, informasi, serta pengetahuan (knowledge) biomedis secara optimal untuk tujuan problem solving dan pengambilan keputusan. Kehadiran informatika kedokteran sebagai disiplin baru yang terutama disebabkan oleh pesatnya kemajuan teknologi komunikasi dan komputer, menimbulkan kesadaran bahwa pengetahuan kedokteran secara esensial tidak akan mampu terkelola (unmanageable) oleh metode berbasis kertas (paper-based methods).

Sebagaimana semua subdomain dalam informatika kedokteran (atau kedokteran) adalah sebagai berikut: Bioinformatika bekerja pada proses molekuler dan seluler. Riset dan aplikasi bioinformatika memfasilitasi upaya-upaya rekayasa genetik, penemuan vaksin, hingga ke riset besar tentang human genome project.Imaging informatics mengkaji aspek pengolahan data dan informasi digital pada level jaringan dan organ. Kemajuan pada sistem informasi radiologis, PACS (picture archiving communication systems), sistem pendeteksi biosignal adalah beberapa contoh terapannya. Informatika klinik, yang menerapkan pada level individu (pasien), mengkaji mengenai berbagai inovasi teknologi informasi untuk mendukung pelayanan pasien, komunikasi dokter pasien, serta mempermudah dokter dalam mengumpulkan hingga mengolah data individu. Informatika kesehatan masyarakat yang berfokus kepada populasi untuk mendukung pelayanan, pendidikan dan pembelajaran kesehatan masyarakat.

Informatika kesehatan masyarakat berprinsip kepada 4 ( empat ) hal yaitu:

1. Fokus utama adalah populasi (bukan individu)

2. Pencegahan penyakit dan rudapaksa dengan mempengaruhi lingkungan dan faktorrisiko

3. Pencegahan di semua titik rantai penyebab penyakit, rudapaksa serta disability

4. Terkait dengan konteks pemerintahan Kontribusi informatika kesehatan masyarakat terletak pada metode pengumpulan, pengolahan, analisis, visualisasi serta diseminasi data menjadi informasi. Sebagai contoh, sistem manajemen basis data mampu mengumpulkan berbagai macam jenis data dengan kapasitas tak terbatas serta dapat diakses dari berbagai tempat secara bersama-sama. Metode data ware house memungkinkan komputer menganalisis pola dan kecenderungan tertentu secara otomatis. Sistem informasi geografis mampu menghasilkan visualisasi data ke dalam informasi spasial. Teknologi komunikasi berbasis SMS pun dapat diprogram sebagai tulang punggung untuk mempercepat arus pengiriman serta mengotomatisasikan data surveilans, serta masih banyak contoh lainnya.

Tantangan utama yang dihadapi adalah pengembangan sistem informasi kesehatan yang terintegrasi, meningkatkan upaya integrasi sistem pelayanan kesehatan masyarakat dengan pelayanan kesehatan perorangan dengan tetap memperhatikan aspek etika, kerahasiaan, privasi dan keamanan data. Tantangan lainnya adalah sistem kesehatan nasional yang merupakan perpaduan dari sistem informasi kesehatan propinsi dan kabupaten yang mampu menjalin kemitraan antara sektor publik dan swasta.

Sistem Informasi Kesehatan

Semenjak diterapkannya kebijakan desentralisasi kesehatan, berbagai kalangan menilai bahwa sistem informasi kesehatan (SIK) di Indonesia semakin lemah (kalau tidak bisa dikatakan kolaps). Departemen Kesehatan selalu mengeluh bahwa input data dari Propinsi, apalagi Kabupaten, sangat berkurang. Di sisi yang lain, beberapa daerah mengatakan bahwa penerapan sistem informasi kesehatan semenjak era desentralisasi memberi dampak yang lebih baik baik. Hal ini ditunjukkan dengan semakin tingginya motivasi dinas kesehatan untuk mengembangkan SIK, semakin banyak puskesmas yang memiliki komputer, tersedianya jaringan LAN di dinas kesehatan maupun investasi teknologi informasi lainnya.

Secara umum pengertian sistem informasi kesehatan adalah gabungan perangkat dan prosedur yang digunakan untuk mengelola siklus informasi (mulai dari pengumpulan data sampai pemberian umpan balik informasi) untuk mendukung pelaksanaan tindakan tepat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pemantauan kinerja sistem kesehatan. Informasi kesehatan selalu diperlukan dalam pembuatan program kesehatan mulai dari analisis situasi, penentuan prioritas, pembuatan alternatif solusi, pengembangan program, pelaksanaan dan pemantauan hingga proses evaluasi.

Seperti diketahui, subsistem dalam sistem informasi kesehatan secara umum meliputi:

§ Surveilans epidemiologis (untuk penyakit menular dan tidak menular, kondisi lingkungan dan faktor risiko)

§ Pelaporan rutin aripuskesmas,rumahsakit,laboratorium kesehatan daerah, gudang farmasi, praktek swasta.

§ Pelaporan program khusus, seperti TB, lepra, malaria, KIA, imunisasi, HIV/AIDS, yang biasanya bersifat vertikal.

§ Sistem administratif, meliputi sistem pembiayaan, keuangan, sistem kepegawaian, obat dan logistik, program pelatihan, penelitian dan lain-lain

§ Pencatatan vital, baik kelahiran, kematian maupun migrasi

Komponen di atas, jika kita amati, tidak hanya tanggung jawab sektor kesehatan. Subsistem pencatatan vital, misalnya, merupakan tanggung jawab sektor lain (departemen dalam negeri). Sedangkan sistem administratif tidak akan berjalan jika tidak melibatkan departemen keuangan. WHO mencatat bahwa sistem registrasi vital di negara kita tidak berjalan dengan baik. Data mengenai sebab kematian maupun kelahiran tidak jelas. Sistem pelaporan informasi kesehatan rutin dari fasilitas kesehatan pun tidak berjalan dengan baik.

Upaya pengembangan SIK selalu dimulai dengan kegiatan penilaian secara menyeluruh kondisi sistem yang ada. Assessment tersebut akan menilai determinan teknis SIK yang meliputi:

Input data : yang mencakup keakuratan dan kelengkapan pencataan dan pengumpulan data.

Analisis, pengiriman dan pelaporan data : meliputi efisiensi, kelengkapan dan mutunya di semua tingkatan

Penggunaan informasi : meliputi pengambilan keputusan dan tindakan yang diambil berkaitan dengan kebijakan di tingkat unit pelayanan perorangan/masyarakat, program maupun pengambil kebijakan tingkat tinggi

Sumber daya sistem informasi : meliputi ketersediaan, kecukupan dan penggunaan sumber daya esensial, anggaran, staf yang terdidik dan terampil, fasilitas untuk penyimpanan data, peralatan untuk komunikasi data, penyimpanan, anlaisis dan penyiapan dokumen (fax, komputer, printer, fotokopi dll)
sistem informasi manajemen dan networking: mencakup koordinasi dan mekanisme organisasi untuk menjamin penetapan, standarisasi, pembuatan, pemeliharaan, pembagian (sharing) dan pelaporan data dan informasi dilaksanakan secara tepat.

Dengan memperhatikan kepada kerangka kerja pada gambar 2, penilaian di atas belumlah cukup. Dua hal berikutnya yang sangat menentukan keberhasilan SIK adalah faktor sistemik atau lingkungan yang meliputi kepemimpinan, struktur,budaya, peran maupun sumber daya lain serta aspek perilaku. Seringkali, dua faktor terakhir inilah yang paling menentukan.

Sumber Informasi Intelijen Dalam Sistem Kesehatan Masyarakat

Sistem informasi kesehatan yang dibahas di atas sebenarnya dapat direduksi sebagai sistem informasi kesehatan rutin yang menghasilkan informasi kesehatan secara reguler dalam periode tertentu serta melalui mekanisme yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan yang direncanakan. Ini berarti sudah melewati fase transformasi data kesehatan menjadi informasi kesehatan (yang seringkali diterjemahkan sebagai indikator maupun cakupan untuk memenuhi kebutuhan program rutin). Akan tetapi, penerapan informatika kesehatan yang lebih baik tidak hanya akan menghasilkan health information tetapi sudah menjadi health intelligence. Pengertian health intelligence di sini adalah informasi kesehatan yang sudah mengalami filterisasi serta proses analisis berbasis pengetahuan (knowledge base) sehingga dapat memberikan prediksi dan membantu proses pengambilan keputusan secara lebih baik. Berbagai sumber data kesehatan yang bersifat non rutin seperti survei maupun kumpulan database pasien berskala besar (misalnya cancer registry) dapat menjadisumber health intelligence.
Ada yang mengatakan bahwa ini dapat dikategorikan sebagai aplikasi pendukung keputusan (decision support systems). Selain itu, aplikasi ini pun dapat memberikan prediksi secara lebih dini sehingga dapat menjadi alat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman kesehatan masyarakat. Dalam konteks kesehatan masyarakat, model yang seringkali dirujuk adalah early warning outbreak recognition system (EWORS) yang bertujuan untuk mendeteksi terhadap kejadian luar baisa berdasarkan data sindromik (lihat skema gambar 3). Di rumah sakit, aplikasi health intelligence dapat memberikan alerting terhadap kecurigaan infeksi nosokomial. Secara personal, aplikasi tersebut juga dapat memberikan alerting atau critiquing kepada dokter terhadap keputusan yang ‘mungkin’ tidak sesuai dengan kondisi pasien.

Salah satu isyu penting dalam health intelligence adalah kesiapan terhadap bencana/kedaruratan (emergency preparedness). Jika menilik definisi bencana (disaster) menurut WHO, kita akan menemukan definisi yang menarik. Bencana dapat didefinisikan sebagai setiap kejadian yang menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia atau memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari luar masyarakat atau wilayah yang terkena, termasuk kejadian luar biasa (KLB).

Upaya penanggulangan bencana secara umum meliputi 2 hal yaitu, pre-disaster dan post-disaster. Seperti kita ketahui, upaya penanggulangan post disaster akan membutuhkan biaya serta alokasi sumber daya yang sangat besar. Upaya penanggulangan ini akan semakin besar lagi apabila masyarakat dan negara tidak memiliki sistem manajemen predisaster yang baik. Oleh karena itu saat ini digalakkan penyadaran pentingnya emergency preparedness sebagai suatu program jangka panjang yang bertujuan untuk memperkuat kapasitas dan kemampuan bangsa untuk me-manage semua jenis bencana serta memulihkan keadaan pasca bencana hingga ke kondisi pengembangan berkelanjuntan.

Pengembangan health intelligence dimulai dengan tersedianya mekanisme yang menjamin ketersediaan data secara dini mengenai faktor risiko secara kontinyu. Selanjutnya, aspek yang perlu diperhatikan selanjutnya adalah struktur penyimpanan data (database) yang disertai dengan sistem otomatis untuk memfilter serta menganalisis pola atau kecenderungan yang dicurigai. Sehingga, kecerdasan (intelegensia) memahami persoalan kesehatan masyarakat adalah kunci utamanya yang kemudian diterjemahkan ke dalam knowledge base. Teknologi informasi akan memberikan bantuan jika dirancang secara cerdas juga. Namun, jika tidak, sama saja akan menghasilkan fenomena garbage in garbage out.

Kasus. Health intelligence untuk demam berdarah.

Demam berdarah hampir selalu menjadi sumber bencana yang terjadi secara berulang di negeri ini. Seringkali, yang menjadi pelaku surveilans adalah media massa. Di sisi lain, beberapa dinas kesehatan kesulitan untuk mengumpulkan data kasus DHF dari rumah-rumah sakit. Sarana kesehatan memang diwajibkan untuk melaporkan pasien DHF. Tetapi surat yang dikirimkan ke dinas kesehatan belum tentu lengkap, disamping sering terlambat. Beberapa dinas kesehatan yang berhasil menjalin kemitraan dengan rumah sakit daerah. Setiap minggu, petugas dari dinas kesehatan mengunjungi rumah sakit untuk mendapatkan data pasien DHF. Tetapi hal yang sama belum tentu bisa dijalankan dengan rumah sakits wasta.

Menurut Anda bagaimana konsep health intelligence dapat diterapkan agar masyarakat dapat mewaspadai secara dini terhadap munculnya kejadian luar biasa? Apa yang perlu dipersiapkan oleh dinas kesehatan, rumah sakit, maupun sektor terkait serta masyarakat secara umum? Apa contoh produk teknologi informasi yang potensial?

Agenda Pengembangan

Agenda pengembangan informatika kesehatan masyarakat harus terkait dengan isyu mutakhir sistem kesehatan seperti pembiayaan, standar dan vocabulary, riset, evaluasi dan pengkajian praktek terbaik (best practices), privasi, kerahasiaan dan keamanan serta sumber daya manusia dan pelatihan. Pada aspek pembiayaan, perlu disadari bahwa pengembangan informatika kesehatan memerlukan investasi yang tidak sedikit. Indonesia daerah yang tidak merata baik dari kemampuan ekonomi masyarakat maupun pemerintah daerahnya. Pemerintah daerah yang kaya mungkin akan dengan cepat menginvestasikan dana untuk mengembangkan sistem informasi kesehatan daerah (sikda). Di sisi lain, daerah lain yang miskin akan memerlukan sumber pembiayaan alternatif. Di sini peran pemerintah pusat maupun propinsi perlu untuk menjembatani. Teknologi open source perlu dipertimbangkan sebagai alternatif murah pengembangan sistem. Selain itu, hingga saat ini pemerintah belum memiliki kebijakan mengenai infrastruktur informasi kesehatan nasional yang mengatur mengenai standar data dan vocabulary yang sangat penting bagi pertukaran data secara elektronik. Hal ini juga perlu diperkuat dengan aspek legal maupun regulasi. Apalagi saat ini UU SJSN sudah disetujui, sehingga hal yang cukup mendesak adalah menentukan format pembayaran antara rumah sakit dengan pihak pembayar. Berkaitan dengan hal tersebut, studi mengenai kerahasiaan, privasi dan keamaan data semestinya juga perlu dirintis sejak dini. Hal yang paling penting adalah peningkatan kapasitas sumber daya manusia baik melalui identifikasi kompetensi informatika bagi tenaga kesehatan masyarakat maupun aspek pelatihan. Beberapa daerah yang sudah mencoba menerapkan sistem informasi kesehatan yang lebih baik (baik secara manual, elektronik maupun hibrid) perlu didorong agar dapat menjadi best practices untuk pengalaman bersama.

MANFAAT INFORMATIKA KESEHATAN

Manfaat dengan adanya Informatika Kesehatan diantaranya adalah :

1. Pelayanan kesehatan lebih berkualitas, akurat, cepat, dan mengurangi kesalahan.

2. Pemutahiran ilmu pengetahuan dan teknologi serta menunjang pelaksanaan praktit berbasis bukti ( evidence based practice ).

3. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pelayanan kesehatan.

4. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan.

5. Mengembangkan pemberdayaan pasien.

Kesimpulan

Informasi Kesehatan memberikan manfaat yang besar bahkan lebih jauh lagi telah

merubah sosok pelayanan kesehatan dan semakin hari semakin merupakan

keniscayaan dalam bidang kesehatan.

Saran

  1. Perlu dilakukan pendidikan informatika kesehatan bagi tenaga kesehatan.

  2. Dalam pelaksanaan pendidikan informatika kesehatan perlu penataan kelembagaan, pengembangan kurikulum,metodologi, serta penerapan kompetensi.