Rabu, 22 Juni 2011

Pungli Birokrasi Bikin Ekonomi RI Kalah dari Malaysia

Jakarta - Masalah birokrasi dan minimnya infrastruktur membuat perekonomian Indonesia masih berada jauh di bawah Singapura dan Malaysia. Jika dua masalah ini diselesaikan bukan tidak mungkin ekonomi Indonesia terus melesat.

Ekonom World Economic Forum (WEF) Thierry Geiger mengatakan, daya saing Indonesia membaik karena pemerintah mulai memiliki standar manajemen fiskal serta menerapkan aturan perpajakan dan meningkatkan standar pendidikan sehingga tingkat pertumbuhan menjadi lebih kompetitif.

Dia menilai situasi ini menunjukkan Indonesia berada di atas negara-negara berkembang lain seperti Brasil, Afrika Selatan, dan India serta mempunyai kemampuan untuk berkembang lebih baik.

"Namun, perekonomian Indonesia masih di bawah Singapura dan Malaysia, di atas Filipina dan Kamboja dan sejajar dengan Thailand serta Vietnam di kawasan Asia Tenggara," jelasnya.

Thierry mengatakan Indonesia masih mempunyai banyak kelemahan yang harus diwaspadai, seperti masalah birokrasi dan hambatan klasik dalam perdagangan seperti infrastruktur yang dapat menganggu akselerasi pertumbuhan ekonomi di masa mendatang.

"Infrastruktur menjadi permasalahan utama. Pelabuhan, jalan dan rel kereta api dalam kondisi yang kurang baik. Suplai listrik kurang memadai dan penggunaan teknologi informasi masih terbatas. Padahal Indonesia salah satu negara berpenduduk terbanyak," katanya.

Selain itu, layanan kesehatan masih terbatas, kesejahteraan buruh belum terpenuhi dan juga dibutuhkan penguatan layanan birokrasi yang lebih efisien.

"Masih ada pungutan liar untuk pelayanan birokrasi, dibutuhkan transparansi dan akuntanbilitas untuk hal-hal semacam ini pada proses pembuatan kebijakan," ujar Geiger.

Namun, secara keseluruhan dari pandangan ekonomi, menurut Thierry, Indonesia sangat berkembang dalam 10 tahun terakhir dan membuktikan mampu bertahan dari ancaman krisis global.

"Indonesia tidak boleh berhenti sampai di sini, masih banyak tantangan dan hambatan yang harus dihadapi. Apabila semua dapat dilewati, maka pertumbuhan tinggi dan kuat dapat tercapai," pungkasnya.

Menurutnya saat ini daya saing perekonomian Indonesia meningkat pesat di antara negara-negara anggota G20 yang didukung pertumbuhan kuat dalam beberapa tahun terakhir.

"Saat ini Indonesia sebagai salah satu dari 20 negara dengan pertumbuhan tertinggi mempunyai pasar potensial yang kuat disertai dengan peningkatan kelas menengah," ujarnya.



sumber : detik.finance

Ekonomi Indonesia Masih Tumbuh Dalam 7 Tahun ke Depan

Jakarta - Pertumbuhan ekonomi diperkirakan masih akan berlanjut hingga tujuh tahun ke depan, sebelum akhirnya memasuki masa resesi. Sejak krisis ekonomi dunia berakhir di tahun 2009 lalu, ekonomi Indonesia melaju kencang hingga saat ini.

Demikian disampaikan oleh Ekonom Purbayana Yudi Sadewa dalam acara 4th Anniversary of IDX Investor Club di di FX Lifestyle X'nter, Jakarta, Sabtu (11/6/2011).

''Ekonomi Indonesia masih bisa ekspansi hingga tujuh tahun, sebelum masuk ke persiapan resesi. Potensi investasi di pasar modal naik, dan sejak Maret, April, Mei tingkat konsumsi masyarakat cukup 'wah' sehingga kenaikan ekonomi juga terpacu dari itu,'' kata Purbaya.

Menurutnya, ekonomi Indonesia juga dipengaruhi oleh adanya Leading Economic Index yang masih dalam tren meningkat. Dirinya menambahkan, kalau Leading Economic Index jatuh selama tiga kali berturut-turut, hal tersebut dapat memberi pengaruh terhadap IHSG.

Dirinya juga menjelaskan bahwa ekspor Indonesia juga masih meningkat. hal tersebut juga beri pengaruh terhadap ekonomi global yang dinilai masih ekspansi.

''Sejauh ini belum terlihat adanya gangguan yang beri pengaruh, di 2011 ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh 6,4% dan di 2012 akan tumbuh sekitar itu, di angka 6,5%,'' tambahnya.



Kualitas Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Belum Memuaskan

Jakarta - Pemerintah mengakui kualitas pertumbuhan ekonomi belum memuaskan sejak krisis 1998 meski angka pengagguran dan kemiskinan menurun. Dahulu, pertumbuhan ekonomi didorong oleh investasi dan produksi manufaktur, tetapi saat ini didominasi oleh konsumsi masyarakat.

Menurut Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang, pergeseran motor penggerak ekonomi ini terjadi pasca krisis tahun 1998 lalu.

"Meskipun data BPS menunjukan pengangguran dan kemiskinan menurun setiap tahun, tetapi saya akui (kualitas) pertumbuhan ekonomi belum mencerminkan kebijakan pemerintah yang optimal,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Rabu (15/6/2011) petang.

Bambang menyatakan, rendahnya peran belanja pemerintah saat ini karena ruang fiskal yang terbatas untuk mengefektifkan penggunaan anggaran. Pasalnya, alokasi belanja mengikat, seperti subsidi dan kewajiban membayar bunga utang, ditambah belanja pegawai mengalahkan belanja modal.

“Jumlah pegawai (negeri sipil) kami akui kebanyakan. Perlu efisiensi, dan mengupayakan penerimaan agar bisa lebih besar. Itu kenapa kami tidak puas dengan pertumbuhan ekonomi, karena kita terlalu heavy di konsumsi, bukan investasi,” jelasnya.

Ketua Badan Anggaran DPR RI Melchias Markus Mekeng menyoroti penyerapan anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) yang buruk sebagai biang keladi dari rendahnya peran pemerintah mendorong pertumbuhan. Hal itu menyebabkan terbentuknya sisa lebih pelaksanaan anggaran (Silpa) APBN setiap tahunnya.

Ada perencanaan yang tidak matang. Seharusnya defisit berkorelasi dengan pertumbuahn ekonomi. Saya jadi curiga, jangan-jangan pertumbuhan ekonomi yang dilaporkan BPS sebenarnya tidak segitu. Karena realisasi defisitnya rendah, kok pertumbuhannya tercapai. Jangan sampai dimainkan data-data
ini,” ujarnya.

Menurut Anggota Komisi XI DPR Andi Rahmat, pemerintah perlu memperbesar porsi alokasi belanja modal, sekaligus menekan alokasi belanja mengikat agar perekonomian terakselerasi lebih tinggi. Dengan alokasi investasi pemerintah yang lebih besar, dia optimistis pertumbuhan ekonomi akan lebih berkualitas.

“Pemerintah harus berani pangkas belanja operasional,” pungkasnya.


sumber : detikFinance