Menurut Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Bambang, pergeseran motor penggerak ekonomi ini terjadi pasca krisis tahun 1998 lalu.
"Meskipun data BPS menunjukan pengangguran dan kemiskinan menurun setiap tahun, tetapi saya akui (kualitas) pertumbuhan ekonomi belum mencerminkan kebijakan pemerintah yang optimal,” ujarnya dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR, Rabu (15/6/2011) petang.
Bambang menyatakan, rendahnya peran belanja pemerintah saat ini karena ruang fiskal yang terbatas untuk mengefektifkan penggunaan anggaran. Pasalnya, alokasi belanja mengikat, seperti subsidi dan kewajiban membayar bunga utang, ditambah belanja pegawai mengalahkan belanja modal.
“Jumlah pegawai (negeri sipil) kami akui kebanyakan. Perlu efisiensi, dan mengupayakan penerimaan agar bisa lebih besar. Itu kenapa kami tidak puas dengan pertumbuhan ekonomi, karena kita terlalu heavy di konsumsi, bukan investasi,” jelasnya.
Ketua Badan Anggaran DPR RI Melchias Markus Mekeng menyoroti penyerapan anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) yang buruk sebagai biang keladi dari rendahnya peran pemerintah mendorong pertumbuhan. Hal itu menyebabkan terbentuknya sisa lebih pelaksanaan anggaran (Silpa) APBN setiap tahunnya.
“
ini,” ujarnya.
Menurut Anggota Komisi XI DPR Andi Rahmat, pemerintah perlu memperbesar porsi alokasi belanja modal, sekaligus menekan alokasi belanja mengikat agar perekonomian terakselerasi lebih tinggi. Dengan alokasi investasi pemerintah yang lebih besar, dia optimistis pertumbuhan ekonomi akan lebih berkualitas.
“Pemerintah harus berani pangkas belanja operasional,” pungkasnya.
sumber : detikFinance
Tidak ada komentar:
Posting Komentar