Senin, 04 Oktober 2010

Leaders are Learners

Dalam sebuah studi mengenai 90 pemimpin terkemuka dunia, Warren Bennis dan Burt Nanus dalam bukunya “Leaders”, menemukan bahwa hal yang membedakan seorang pemimpin dengan pengikut adalah kapasitas untuk mengembangkan dan memperbaiki skills-nya. Para pemimpin yang sukses umumnya adalah pembelajar yang efektif. Sebuah temuah yang logis mengingat para pemimpin berperan besar dalam inovasi yaitu sebagai early adapters of innovation. Para pemimpin adalah mereka yang mampu menangkap suatu ide dengan cepat. Selain itu para pemimpin juga dituntut untuk selalu akrab dengan perubahan yang terjadi. Kepemimpinan bukanlah suatu hal yang statis, namun selalu dinamis. Dengan kondisi seperti ini tentunya seorang pemimpin yang sukses tentunya adalah pembelajar yang efektif. Lalu apakah kita sebagai pemimpin telah menjadi learner?

Ada tiga kualitas pembelajar yang dapat kita cermati. Untuk menjadi seorang learner, seorang pemimpin perlu mengembangkan dua karakter penting, yaitu rendah ahti (humility) dan dapat diajar (taechable). Menurut Jim Collins dalam bukunya ”Good to Graet”, dengan kerendahan hati maka karakter ”dapat diajar” dapat tumbuh dalam diri para leader. Dengan adanya kerendahan hati ini seorang learner akan selalu siap menerima hal-hal baru kapan saja tanpa memandang siapa yang menyampaikannya. Tetapi buila sikap rendah hati ini tidak muncul yang ada adalah sikap merasa tahu segalanya, yang akhirnya akan susah untuk menerima sesuatu yang baru.

Kepemimpinan adalah suatu yang kompleks yang perlu dipelajari setiap hari. Kepemimpinan berkembang setiap hari sehingga perlu adanya proses pembelajaran yang disiplin dan berkelanjutan. Langkah praktis dari pembelajaran setiap hari adalah membaca. Para pemimpin hanya bisa memberi kepada orang lain sejauh kemauannya untuk meng-update diri dengan berbagi bacaan berkualitas. Pemimpin yang efektif adalah mereka yang terus belajar sepanjang mereka hidup. Tanpa life long learning, pemimpin akan menjadi regresif, bukannya progresif.

Tanpa kebiasaan dan keinginan untuk terus belajar, "kapak" kepemimpinan akan kehilangan ketajamannya. Life long learning adalah sebuah nilai yang harus ditumbuhkan, dihargai dan diberi reward dalam kultur perusahaan-perusahaan modern. Setiap pemimpin harus menyadari bahwa learning adalah bagian tak terpisahkan dari leading. Saat kita berhenti belajar, berarti kita telah membatasi kapasitas kepemimpinan kita. Saat kita berhenti belajar, cepat atau lambat kita akan berhenti mempimpin. ( disadur dari Astra Executive HR Update & Majalah "Executive Focus")

Tidak ada komentar:

Posting Komentar